Al Quran punya sejarah. Dia tidak diturunkan dalam bentuk loh-loh (arab:lauh) atau buku segedebukan oleh Tuhan. Begitu disampaikan kepada nabi, mengalami campur tangan manusia, dan mengalami pensejarahan.
Seorang Jerman Luxenberg (ini pseudonym, nama alias, karena kekhawatiran terhadap keselamatan diri) mencoba melakukan pendekatan aram syiria terhadap bahasa arab al Quran (luxenberg, The Syro-Aramaic Reading of the Koran berteori bahwa 'huri' dalam surat 44:54, 52:20, 55:72, 56:22 yang biasanya diterjemahkan sebagai 'bidadari bermata indah' itu menurut pendekatan aram syiria nya menjadi 'anggur putih' atau kismis. Pendekatan ini cukup ironis untuk teroris yang berharap bertemu bidadari di surga.
Ada yang lebih jauh mengaitkan bahwa ayat-ayat al quran adalah versi terjemahan dari qeryana, kitab kristen syiria (Karl Heinz ohlig, the Hidden Origins of Islam ). Sinopsis buku Ohlig cukup membangkitkan keingintahuan:
Sejarah standar dari sejarah Muhammad dan perkembangan awal Islam berdasarkan literatur Islam yang ditulis pada abad ke 9 dan 10, dua abad lebih semenjak kematian Muhammad pada 632. Sumber tulisan Islam tidak ada pada abad ke 7 dan ke 8 dimana menurut hadist Muhammad dan sahabat-sahabatnya hidup. Yang tinggal adalah beberapa inskripsi dan koin-koin. Berdasarkan premis bahwa sejarah yang dapat diandalkan adalah yang berdasarkan tulisan dari sumber-sumber yang kontemporer dengan event yang digambarkan, kontributor dari penelitian mendalam ini mempersembahkan riset yang menyingkap keburaman dalam asal muasal Islam dalam pendekatan yang sama sekali baru..
Teori bahwa tulisan 'muhammad' sudah ada pada koin-koin sebelum islam dan merujuk kepada Isa al Masih kontroversial tetapi tidak begitu menarik minat ilmuwan lain untuk membahasnya secara ilmiah.
Ada juga proyek penelitian al quran Corpus Coranicum yang dimulai dari tahun 2007 di jerman yang berusaha membedah al quran berdasarkan foto-foto al quran kuno dari jaman PD 2 (karena ilmuwan 'kafir' susah utk mengakses al quran2 kuno ). Tujuan dari proyek ini salah satunya adalah untuk membedakan antara pembacaan manuskrip dengan penyebaran secara oral, dan untuk mendokumentasikan keduanya secara online. Tujuan lainnya dengan menyediakan database bagi teks internasional. Pemimpin penelitian ini Angelika Neuwirth sendiri menentang pendapat Luxenberg dan Ohlig, mengatakan penelitian mereka terlalu berfokus pada teori mereka dan mengabaikan isi dari al quran sendiri.
Cukup memprihatinkan bahwa al quran menarik sangat banyak minat ilmuwan barat (terutama jerman) tetapi penelitian serupa tidak dilakukan oleh ilmuwan muslim. Tentu saja ilmuwan muslim banyak menulis tentang al quran, beribu-ribu buku ditulis berdasarkan al Quran, tetapi dengan pendekatan sejarah seperti ini sangat jarang, apa lagi dengan tidak mengikutkan hadist-hadist sebagai acuan.
Alangkah baiknya jika ilmuwan muslim juga membuat penelitian serupa ini, JIka tidak setuju dengan teori-teori yang diajukan mereka, ajukanlah teori lain yang sama berbobotnya. Sehingga al quran dan masyarakat islam tidak hanya menjadi obyek penelitian, tapi juga menjadi peneliti. Meneliti segala hal, islam, bahkan juga meneliti kajian lain diluar islam, misalnya kitab-kitab kristen, buddha atau hindu. Bukan hanya jadi obyek penelitian atau penonton di pinggiran, pasrah dengan penelitian orang lain. Akhirnya marah-marah..
0 komentar:
Posting Komentar